Pada Injil di Kitab Wahyu ada simbol angka 666. Simbol 666 itu adalah jelmaan kejahatan dan kekuatan setan. Yang ditulis Yohanes di pulau Patmos. Angka 666 diambil dari huruf-huruf Hibrani, dandijejeri menurut nilai bilangan angka. Ketika dijumlah akan merujuk pada nama Kaisar Nero. Kaisar Nero sebagai setan (satan).
Segelintir orang percaya angka 666, baru akan datang dan sudah mulai datang. Ada yang menghubungkan promosi salah satu dengan angka 666. Isu yang lagi hangat-hangat dibicangkan saat ini tentang angka 666 perlu dikritisi. Jangan-jangan hanya perang harga antara operator seluler, atau sekedar perang marketing dengan menghubung-hubungkannya.
Dalam bahasa Hibrani, bahwa dengan nama binatang 666 merujuk pada Kaisar Nero yang dibaca NRWN QSR. Binatang jahat dengan label 666, dan Kaisar Nero pembinasa umat Kristen pada zaman Yohanes.
Didasari dari jumlah angka pada huruf-huruf Hibranitersebut, maka, huruf N adalah 50, R sama dengan 200, sedangkan W dari angka 6, dan huruf N sama 50. Sedangkan QSR adalah Q sama dengan 100, S dari angka 60, dan R adalah 200. Jadi, jika digabungkan akan mencapai angka 666.
Kaisar Nero adalah anak dari hasil perselingkuhan Agrippa dengan Kaisar Claudius. Agrippa seorang wanita ambisius, keras hati. Permintaanya jika Claudius selingkuhannya mangkat sebagai kaisar harus mengantikannya Nero. Claudius tidak peduli. Akhirnya Agrippa merancuni Claudius dengan jamur beracun.
Sedangkan Kaisar Claudius semasa hidupnya menikah berkali-kali. Istrinya yang terakhir adalah anak dari saudara sendiri. Ia juga tergolong zalim. Seorang pengarang besar Romawi Surtonius menulis, bahwa pada tahun 49 M Kaisar Claudius mengusir orang Yahudi dari kota Roma karena bertengkar atas hasutan seorang bernama Kretus. Ada yang menyebutnya benih kebencian Claudius itulah yang bersemayam dalam jiwa Nero.
Umur enam belas tahun tepat pada 8 Agustus tahun 68 Nero naik tahta mengandikan Claudius. Nero memerintah sejak tahun 54 hingga 68, dan menjadi Kaisar termudah pada masanya.
Hidupnya tak karuan. Watak hedonis, sadis, zalim, tukang perempuan. Ia memerintah dengan tangan besi. Membunuh banyak orang terdekatnya. Diantaranya Agrippa ibunya, ia bunuh. Padahal, Agrippa-lah yang mendorongnya menjadi kaisar Roma. Bukan hanya itu, istrinya dan saudaranya sendiri bersama para orang-orang setia ayahnya dilenyapkan secara keji.
Nero memang orang aneh. Mendandani kudanya dengan pakaian manusia. Suka berjalan-jalan keliling kota sambil bernyanyi dan menari sambil mabuk. Ia menonton setiap pertunjukan dengan memegang sebuah batu permata cekung dan berwarna di depan matanya. Para ahli sejarah memprediksi Kaisar Nero memang bermata minus. Sebenarnya bukan hanya itu, hatinya juga buta.
Kota Roma
Roma terkenal dengan sebutan koboi spaghetti. Dibangun dua orang saudara kembar Romulus dan Remus. Mitologi Roma menyebut, keduanya lahir dari dewa perang Mars.
Kota Roma diperkirakan didirikan sekitar tahun 753 SM (sebelum Yesus lahir) di tujuh bukit, di atas jurang tanah datar latin bertemu dengan aliran sungai Tiber. Kota dengan filosofi “Senatus Populus Que Romanus” (SPQR). Yang artinya, senat dan orang-orang Roma. Kota Roma terkenal caput mundi atau hulu dunia.
Namun, banyak catatan kelam terhadap kota ini. Kota yang sangat mengerikan, sebab ratus ribu umat Kristen dibunuh dan dibakar masa pemerintahan KaisarNero. Penganiayaan dilanjutkan oleh Kaisar Domitian (95 M) dan berlanjut terus sampai pemerintahan Septimius Severus (191-211 M). Pada tanggal 13 Juli tahun 64, kota Roma terbakar. Kebakaran tersebut menjadi alasan Kaisar Nero melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Kristen.
Nero dan antek-anteknyalah yang membakar sebagian kota Roma itu. Tetapi menuduh orang Kristen membakar. Dengan alasan itu ia menganiaya orang Kristen di Roma. Dua Rasul, Petrus dan Paulus mati dibunuh di masa pemerintahan Nero, keduanya mati sahid. Petrus di salib dengan kepala ke bawah.
Pada awalnya Kota Roma percaya pada dewa. Baru pada Abad ke-4 masehi Kota Roma menjadi kota pengikut Kristus setelah Kaisar Konstantine menjadi pengikut Kristus. Kaisar pertama yang menjadi orang Kristen. Pada masa Perjanjian Baru (PB) kota ini berkembang sangat pesat
Selain catatan kelam, kota ini banyak lahir orang-orang besar. Seperti, Federio Fllini, Antonioni seniman-seniman pada masa Renaissans. Yang lain Michelongelo dan Vittoria De Sica sutradara terkenal itu.
Sekarang jantung kota Roma yang penuh dengan gedung-gedung megah, indah dan bernilai seni tinggi.Salah satu kota otonom di dalam kota Roma adalah Vatikan sebagai pusat agama Katolik.
Kezaliman Nero
Nero adalah gladiator. Kaisar berhati kejam dan zalim. Kekejamannya ini menumbuhkan berbagai gerakan pemberontakan. Tetapi, setiap yang melawan Kaisar Nero akan disalibkan. Atau diikat dengan kulit binatang dan dilemparkan ke arena untuk dicabik-cabik serigala, malah kerap dijadikan tontonan. Menurutnya, mengusir orang Kristen tidak cukup membakar sarangnya tetapi dengan orangnya.
Yang memberontak dilemparkan ke kandang binatang buas, atau diikat di tiang-tiang Taman milik Nero. Kemudian, tubuh mereka dilumuri ter (minyak) lalu dibakar. Tubuh yang terbakar itu menjadi lampu penerang bagi Taman. Pada masa inilah Paulus ditangkap.
Ketika Rasul Paulus ditangkap di Roma, pemuka agama Yahudi di kota tersebut tidak tahu-menahu tentang adanya komunitas Kristen ini (Kis 28:22). Setelah beberapa saat dibebaskan, dalam perjumpaan Paulus dengan Aqwila mengatakan, ingin segera pergi ke Roma. Harus melihat Roma lagi (Kis 19:21). Keinginan Paulus punya alasan, sebab di kota ini banyak jemaat Kristen mengalami penyiksaan.
Itulah sejarah; meskipun Nero mempertahankan kaisar Roma, tetapi satu waktu akan lengser juga. Nafsunya ingin membabat umat Kristen malah merambat. Nero meninggal dunia pada usianya ke 31 tahun dengan mengakhiri sendiri hidupnya karena kemenangan para pembrontak. Pada abad pertama orang-orang Kristen mengenang Nero dengan memberi nama ke setiap anjing mereka dengan nama Nero. Kisah yang sadis.
*)Penulis adalah wartawan dan pembina Pemuda/I Marbun Se-Bekasi. Dan warga jemaat HKBP Maranatha Rawa Lumbu, Bekasi.
Mahkamah Konsitusi (MK) menolak uji materi (judical review) undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. MK menilai hak konsitusional Ruyandi Hutasoit, sama sekali tidak dirugikan dengan berlakunya undang-undang itu. UU perlindungan anak itu bunyinya, “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggung-jawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta”. (Kompas, 18/1/06)***
Ruyandi Hutasoit Calon Presiden dari PDS
Jakarta, Kompas - Partai Damai Sejahtera (PDS) secara resmi menetapkan ketua umumnya, Ruyandi Hutasoit, sebagai calon presiden Indonesia pada Pemilu 2004 mendatang. Hal tersebut ditegaskan dalam jumpa pers di Hotel Indonesia, Kamis (11/12) malam. Ruyandi Hutasoit mengatakan, meskipun banyak dipandang sebelah mata, dirinya tetap optimistis. Hal ini sekaligus menjadi ujian komitmen kebersamaan bangsa yang tidak diskriminatif.
"Kepentingan utama kami bukan soal terpilih atau tidaknya, tetapi sejauh mana bangsa ini mengapresiasi kelompok minoritas sehingga dunia luar dapat melihat bahwa Indonesia bukanlah negara agama, namun negara demokrasi Pancasila," kata Ketua STT Doulos Jakarta ini. Menurut Hutasoit, latar belakang pencalonan dirinya sebagai presiden adalah karena banyaknya permasalahan bangsa yang belum terselesaikan, terutama yang menyangkut masalah toleransi antar-umat beragama. ***
Sejarah perkembangan kekekristenan di Indonesia diwarnai dua faktor. Pertama migrasi orang-orang Kristen, sehingga di tempat dimana ia tinggal melanjutkan agamanya. Kedua, faktor penginjilan. Pengijilan faktor yang terutama perkembangan gereja. Sebab tanpa penginjilan tidak ada lagi obor, nyala api itulah membuat orang merespon Injil.
Sejarah selalu menulis orang-orang yang menyalakan obor Injil itu. Beberapa tokoh yang berkarya menjadi suluh di Indonesia. Contohnya, I.L. Nomensen pembawa suluh ke Tanah Batak kemudian hari menjadi Rasul Orang Batak, ia datang Jerman ke Tanah Batak pada 11 November 1862 mengugah hati orang Batak. Di Kalimantan ada Heiny dan Klammer diutus Badan Zending RMG mengorbarkan semangat Injil di daerah Borneo, Kalimantan.
Sendangkan di Papua misionaris pertama menyalakan obor Injil oleh Ottow dan Geissler (1500-1918), melawat Papua untuk mengenal Juru Selamat. Tentu di Indonesia banyak tokoh penabur benih firman Tuhan. Jhon Sung salah satunya, walau tidak banyak yang mengenalnya. Ia adalah penginjil yang memberkati banyak bangsa-bangsa dia Asia, termasuk Indonesia.
Ia turut mewarnai sejarah perkembangan gereja di Indonesia. Perannya dalam sejarah gereja Asia tidak diragukan lagi. Totalitasnya memberitakan Injil, berita keselamatan sang pemilik hidup yaitu Tuhan yang empuhnya segala sesuatu di jagad ini. Selama tujuhbelas tahun pelayanannya (1927-1944) John Sung telah membawa ratusan ribu jiwa datang untuk bertobat. Mulai dari negeri Tiongkok, Taiwan, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia.
Ia dilahir 27 September 1901, dengan nama Yu Un di sebuah desa Hongchek, Provinsi Fujian,Tiongkok. Ayah-nya seorang pendeta Metodis berwatak keras turun melekat padanya. Panggilan Jhon Sung menjadi namanya sejak pertobatannya. Jhon diambil dari nama John menurut nama Yohanes Pembaptis artinya ia ingin menyiapkan jalan untuk Tuhan. Ia persis seperti Samuel diserahkan saat masih di kandungan. Oleh ibunya memberi nama Yu Un yang berarti kasih karunia Allah, diberikan semenjak lahir. Ia tumbuh dengan kecerdasan diatas rata-rata. Tak heran, di umur belia 23 tahun Sung telah meraih strata tiga dengan gelar doktor kimia dari Universitas Wesley, Ohio, Amerika Serikat.
Tuhan mempunyai rencana tersendiri untuk setiap orang, termasuk Jhon Sung. Dulunya ia bercita-cita menjadi angkatan laut. Namun keadaan tubuhnya terlalu lemah sehingga tidak memungkinkan, dan gagal dalam ujian. Lalu, ia beralih menjadi editor Surat Kabar Mingguan (SKM) bernama Kebangunan Rohani dipimpin ayahnya. Tetapi sayang, hatinya tidak melekat. Keinginannya adalah melanjutkan sekolah, tetapi biaya tidak ada. Suatu hari dari Beijing menawarkan beasiswa belajar di Universitas Wesley. Akhirnya membawanya melalang-buana untuk sekolah ke negeri Paman Sam itu.
Dari semua beasisiwa tersebut hanya Jhon Sung-lah yang beragama Kristen. Beasiswa di Universitas Wesley ternyata hanya cukup membayar biaya kuliahnya. Biaya makan ditanggung sendiri. Dengan uang enam dollar, ia mulai harus memeras keringat, bekerja sambil belajar.Empat tahun pertama di Amerika ia harus melawan kemiskinan, akibatnya kesehatannya juga memburuk. Selama kuliah ia sambil honorer menutupi biaya hidup hingga menjadi ahli kimia gelar Doktor (Dr).
Di suatu malam Dr. John Sung bermimpi, menyelamatkan orang banyak di sungai. Mimpinya membuat dia gelisah dan menjadi orang tersendiri. Sejak saat itulah ia putuskan bertobat masuk dan sekolah teologia di Union Theological Seminary, Amerika Serikat. Namun di sekolah Alkitab tersebut Jhon Sung jatuh sakit, dan dinyatakan sakit jiwa.
Lalu, ia dimasukkan ke rumah sakit jiwa selama 193 hari. Saat dirawat berminggu-minggu ia belajar mendengar suara Tuhan. Dan merasa dilecehkan sebagai intelektual Jhon Sung melampiaskan kekecewaan dengan membaca. Tak terasa hanya beberapa minggu Jhon Sung melahapmembaca Alkitab sampai 40 kali. Di rumah sakit itulah dia memahami panggilan untuk dipakai Tuhan sebagai suluh-Nya.
Pada 4 Oktober 1927 John Sung kembali Tiongkok, China. Namun, ayahnya lebih suka Jhon Sungmengabdi pada pemerintah atau bekerja di tempat lain; alasannya gelarnya tinggi sayang tidak bermamfaat. Selain itu bisa membantu ekonomi keluarga. Menurut ayahnya gaji pendeta itu kecil. Tetapi John Sung menolak, kecewa, tidak mengerti jalan pikiran ayahnya. Sehingga butuh waktu untuk menyakinkan orangtua-nya. Akhirnya berlahan orangtuanya mengerti mendukung keputusannya menjadi penginjil.
Sejak itulah semangat Injil, obor yang ada di dalam jiwanya berkobar. Penginjilan-nya dimulai perjalanan ke Tiongkok tahun 1930. Tahun 1931-1932 dia mengelilingi Tiongkok Selatan, mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan menyembuhkan banyak orang sakit. Lalu tahun 1932-1933 Jhon Sung berangkat ke Tiongkok Utara hingga ke Beijing. Kemudian di tahun 1935 John Sung menyembarang ke Filipina, dilanjutkan ke Taiwan, Serawak, Muangthai, Vietnam, dan Singapura. Dari Singapura ia mulai melirik Indonesia.
Penginjilan di Indonesia
Di Indonesia kunjungan pertama adalah Surabaya lewat jalan laut menuju Tanjung Perak pada bulan Januari 1939. Di Surabaya, ia mengadakan 21 kebaktian hanya satu minggu. Berbondong-bondong orang datang dari seluruh penjuru ada dari keturunan Tioghoa Surabaya, ada orang-orang yang masih penganut animisme. Mereka yang datang dilawat Tuhan.
Saat itu Surabaya gempar, 2000 orang menyerahkan dirinya menjadi Kristen. Jhon Sung melatih mereka menginjili. Dengan membagi 500 kelompok empat orang untuk satu tim penginjilan selama sepuluh hari berturut-turut. Hal tersebut merupakan faktor yang penting yang membuat pelayanan-nya berkembang.
Demikian juga di kota-kota besar lainnya seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dan di pulau-pulau Sunda kecil. Jhon Sung dipakai Tuhan mengobarkan api Injil itu, kembali hingga banyak orang Indonesia bertobat.
Ketika dalam pelayanan di Indonesia, pada 16 Juli 1939 John Sung menerima kabar bahwa Yosia anak laki satu-satunya meninggal di Shanghai. Ia jelas terpukul, ini merupakan satu pukulan, sekaligus perjuangan iman. Walau sangat berat baginya harus tetapi menginjili. Namun sebagai penginjil yang telah mengenal Tuhan begitu baik dalam hidupnya, Jhon Sung tidak lantas marah kepada Tuhan. Ia tahu Tuhan merancangkan rancangan yang terbaik, walaupun kasat mata tidak enak baginya.
Sejak itu pula penyakit TBC yang sudah lama dia keluhkan kambuh. Penyakitnya makin parah. Ia tetap bertahan. Menjelang ajal terucap kata terakhir untuk istrinya; jangan takut, Tuhan Yesus ada di depan pintu. Apa yang harus ditakutkan? Akhirnya 18 Agustus 1944, John Sung meninggal. Tetapi benih firman yang disamaikan terus bertumbuh sampai saat ini.
Ada beberapa epilog (kesimpulan) yang menarik dari kehidupan John Sung. Pertama, John Sung pelayanan firman yang amat kuat. Dari awal hingga akhir pelayanannya ia tetap setia dan konsisten menjadi suluh bagi kegelapan banyak orang. Kedua, setia berdoa bangun jam empat pagi untuk mendoakan ribuan orang yang bertobat mendengar kotbah-nya. Kehidupan doa dan firman itulah yang menyokong pelayanan John Sung. Ketiga, walaupun ia sakit punya duri dalam daging ia tetap berjuang, dan umurnya tergolong meninggal muda di umur 43 tahun. Untuk itu mari kita belajar dari orang-orang pembawa obor Kristus seperti Jhon Sung ini. Amin.
Notes
·PS Naipospos, John Sung Obor Allah di Asia, Yayasan Komunikasi Bina/OMF, Jakarta
BERITA - partai-politik.infogue.com - JAKARTA, SELASA - Wakil Ketua Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu menyambut baik respons mantan Ketua DPR RI Akbar Tandjung beberapa waktu lalu, yang akan melirik konvensi PDS bila memang nantinya Partai Golkar tidak melakukan konvensi Capres dan PDS memperkenannya ikut konvensi. "PDS sangat mengapresiasinya dan sikap itu mencerminkan seorang politisi besar yang berjiwa terbuka," ujar Denny Tewu pada wartawan di Jakarta, Selasa (20/5).
Akbar Tandjung, kata Denny, merupakan sosok politisi yang disegani yang bisa bekerja buat partai dan bangsa. Dikatakan, dengan sikapnya itu mencerminkan langkah politiknya. "Saya kira Akbar seorang pejuang Partai Golkar yang mampu menyelamatkan partai dalam situasi terpuruk. Bagi saya beliau politisi yang bisa berkorban buat partai," ujarnya.
Seperti diketahui PDS bersama koalisi partai seperti Partai Pelopor dan PPDI berencana menggelar konvensi Capres sebelum Pemilu 2009. Tujuannya adalah untuk mencari tokoh-tokoh nasional secara terbuka yang pantas memimpin bangsa ini.
Denny menjelaskan, PDS juga membuka diri pada tokoh-tokoh lainnya seperti bekas Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso yang sudah diusung beberapa parpol baru untuk maju menjadi capres 2009. Meski sudah didukung oleh beberapa parpol, Bang Yos termasuk membuka diri untuk ikut konvensi. "Bagi PDS akan membuka diri dan mempersilakan pada tokoh-tokoh seperti Akbar Tandjung, Sutiyoso dan lain-lain untuk maju dan mensukseskan konvensi," katanya. (Persda Network/js)
Jakarta (Berita) Partai Damai Sejahtera (PDS) terus melebarkan sayap guna menjaring calon anggota legislatif (caleg) yang akan diusung dalam pemilihan Umum legislatif Tahun 2009.
Purnawirawan TNI/Polri juga diberikan kesempatan mendaftarkan diri sebagai caleg PDS untuk tingk DPR-RI, DPRD I dan II maupun DPRRI ”Sebagai partai terbuka, PDS sejak awal memang sudah terbuka bagi semua kalangan untuk bergabung, termasuk dalam pengisian calon anggota legislatif,” kata Ketua Badan Pengendali Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDS, Denny Tewu, kemarin di Jakarta.
Wakil Ketua Umum DPP PDS ini mengakui, sudah ada beberapa purnawirawan TNI/Polri, diantaranya berpangkat Jenderal, duduk di kepengurusan PDS. Namun diharapkan Purnawirawan lainnya bergabung dan mendaftarkan diri menjadi caleg dari PDS ”Saya sangat meyakini kemampuan para purnawirawan TNI dan Polri,” tandasnya. Bukan hanya memberi peluang bagi purnawirawan, PDS juga membuktikan keterbukaan partai itu dengan mengajukan sekitar 20 persen Calegnya dari kalangan Muslim.
Caleg PDS dari kalangan muslim itu, sudah terdaftar menjadi caleg untuk DPRD untuk Naggroe Aceh Darusaam (NAD), Sumatera Barat (Sumbar), Kalimantan . Bahkan untuk Jawa Tengah dan Jawa Timut, bukan hanya caleg untuk DPRD Tingkat I dan II, tetapi juga ke DPR Pusat.
” Sebagai partai terbuka kita akan mengakomodasi seluruh elemen bangsa sebagai caleg. Yang penting punya komitmen menjaga Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).” kata Ketua DPP PDS Carol Daniel Kadang
Menurut Denny Tewu, jumlah caleg PDS dari non kristen diperkirakan bertambah karena belum semua daerah secara resmi mengajukan nama calegnya. ” Nama -nama caleg itu akan segera kita rekapitulasi untuk segera diserahkan kepada KPU 11 Agustus mendatang.
Pada sisi lain Denny yakin para kadernya tidak mempersoalkannya para caleg itu, sebaliknya akan dijadikan semangat untuk kesatuan dan persatuan bangsa. “Sebagai partai terbuka, kader PDS tidak mempersoalkannnya, apa lagi pencalengkan itu ditentukan suara terbanyak ,” tukasnya.
Bagi PDS, katanya, apapun suku maupun agamanya, tidak jadi persoalan, yang penting punya komitmen atas Pancasila sebagai satu satunya dasar ideologi bangs
.”bisa saling menerima perbedaan serta mengutamakan kepentingan kesejahteraan rakyat dan memiliki akseptabilitas di tengah masyarakat, maka mereka adalah kader potensial PDS,” kata Denny Tewu.
Denny mengkaui, hingga saat ini DPP PDS sudah menerima 60 persen daftar caleg dari seluruh provinsi. Tetapi, DPP juga masih menunggu nama-nama caleg dari beberapa daerah lainnya. ” Kita masih beru waktu hingga 10 Agustus pada daerah yang belum menyerahkan daftar calegnya. (aya)
Buktikan Partai Terbuka, PDS Ajukan Kiai Jadi Caleg
Hermawan Network - Jakarta, Banyak cara yang dilakukan parpol agar dikatakan sebagai partai terbuka. Untuk mewujudkan hal itu dan dapat lolos parliamentary threshold 2,5 persen, Partai Damai Sejahtera (PDS) mengambil strategi merekrut caleg artis dan para kiai, serta aktivis muslim dalam pemilu 2009.
"Untuk menunjukkan kita partai terbuka dan agar mencapai target kita, kita mengajukan caleg yang beragam. Ada Selebriti dan ada juga kiai-kiai," kata Wakil Ketua Umum DPP PDS Denny Tewu dalam diskusi di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2008).
Menurut Denny, sejumlah kiai dan aktivis muslim yang dicaleg-kan PDS itu tersebar di seluruh wilayah Jawa mulai dari Jawa Timur sampai Banten. Langkah ini dilakukan agar kebhinnekaan yang menjadi ciri khas negara Indonesia terus terjaga di PDS.
"Yang sudah masuk jadi caleg di nomor jadi ada dari Jatim, Jateng, Jabar dan Banten. Saya lupa namanya. Ada juga yang aktivis muslim seperti di Jember. Yang pasti kami senang sekali mereka bisa bergabung dengan kami. Karena yang penting karyanya, bukan lambangnya," terang Denny.
Untuk memenuhi target parliamentery threshold 2,5 persen, PDS akan terus berusaha melakukan pendekatan dan merangkul semua elemen bangsa. Salah satunya penduduk Jawa yang mayoritas muslim.
Puasa diwajibkan atas kita orang-orang yang beriman. Kita yang telah berikrar lahir-batin bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad SAW utusan Allah.
Sebagai hamba Allah SWT yang telah berikrar, sebenarnya apa pun perintah-Nya, kita tidak perlu dan tidak pantas bertanya-tanya mengapa, untuk apa? Hamba yang baik justru senantiasa ber-husnuzhzhan, berbaik sangka kepada-Nya. Allah SWT memerintahkan atau melarang sesuatu, pastilah untuk kepentingan kita. Karena Allah SWT Maha Kaya, tidak memiliki kepentingan apa pun. Ia mulia bukan karena dimuliakan, agung bukan karena diagungkan, berwibawa bukan karena ditunduki. Sejak semula, Ia sudah Maha Mulia, sudah Maha Agung, sudah Maha Kaya, sudah Maha Berwibawa
Kalau kemudian Ia menjelaskan pentingnya melaksanakan perintah-Nya atau menjauhi larangan-Nya, semata-mata karena Ia tahu watak kita yang suka mempertanyakan, yang selalu menonjolkan kepentingan sendiri.
Maka, sebelum kita mempertanyakan mengapa kita diperintahkan berpuasa, misalnya, Allah SWT telah berfirman:
(QS. Al-Baqarah: 183) "Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa."
Hamba mukmin di dunia ini, dalam proses menuju ketakwaan kepada Allah SWT. Karena semua kebaikan hamba di dunia dan kebahagiaannya di akherat, kuncinya adalah ketakwaan kepada-Nya. Mulai dari pujian Allah SWT, dukungan dan pertolongan-Nya, penjagaan-Nya, pengampunan-Nya, cinta-Nya, limpahan rejeki-Nya, pematutan amal dan penerimaan-Nya terhadapnya, hingga kebahagiaan abadi di sorga, ketakwaanlah kuncinya. (Baca misalnya, Q.3: 76, 120, 133, 186; Q.5:27; Q. 16: 128; Q. 19: 72; Q. 39: 61; Q. 65: 2-3; Q. 33: 70-71; Q. 49: 13).
Nah puasa, sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam ayat 183 al-Baqarah di atas, merupakan sarana kita untuk mencapai ketakwaan yang berarti pada gilirannya meraih kebahagian di dunia dan akherat..
Takwa sendiri lebih sering diucapkan ketimbang diterangkan. Ini barangkali karena banyaknya definisi. Intinya-sejalan dengan maknanya secara bahasa-ialah penjagaan diri. Penjagaan diri dari apa? Ada yang mengatakan penjagaan diri dari hukuman Allah dengan cara mentaati-Nya. Ada yang mengatakan penjagaan diri dari mengabaikan perintah-perintah Allah dan melanggar larangan-larangan-Nya. Ada yang mengatakan penjagaan diri dari melakukan hal-hal yang menjauhkan dari Allah. Ada yang mengatakan penjagaan diri jangan sampai mengikuti hawa nafsu dan tergoda setan. Ada yang mengatakan penjagaan diri jangan sampai tidak mengikuti jejak Rasulullah SAW. Dan masih banyak lagi pendapat yang jika kita cermati, semuanya berujung pada satu makna. Perbedaannya hanya pada ungkapan tentang dari apa kita mesti menjaga diri.
Orang mukmin yang menjaga dirinya terhadap seretan hawa nafsunya dan atau godaan setan, berarti dia menjaga diri dari mengabaikan perintah-perintah Allah dan dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya; berarti, dia menjaga diri agar tetap mengikuti jejak Rasullah SAW; berarti menjaga diri dari hukuman Allah dan dijauhkan dari-Nya.
Ibarat berjalan di ladang ranjau, orang yang bertakwa senantiasa berhati-hati dan waspada terhadap hal-hal yang dapat mencelakakannya.
Puasa, seperti diketahui, bukanlah sekedar menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum. Seandainya sekedar menahan diri dari makan dan minum pun sudah merupakan latihan untuk dapat menguasai dan menjaga diri karena Allah. Dalam puasa, melakukan dan tidak melakukan sesuatu karena Allah secara nalar jauh lebih mudah. Orang yang berpuasa karena orang, misalnya, bisa saja makan atau minum di siang hari secara sembunyi-sembunyi. Makan makanannya sendiri, minum minumannya sendiri, apa susahnya? Tapi untuk apa? Karena Allah-lah yang membuat orang mukmin bersedia menahan lapar, tidak makan makanannya sendiri, menahan haus, tidak minum minumannya sendiri.
Karena Allah ini tentu saja hanya bisa disikapi oleh mereka yang iman kepada Allah. Dan seukur tebal-tipis, besar-kecil, atau kuat-ringkihnya iman itulah, ketulusan orang yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena Allah. Di dalam puasa, orang mukmin digembleng untuk menjadi mukmin yang kuat yang dapat menguasai dan menjaga diri. Mukmin yang lubuk hatinya, pikirannya, hingga pelupuk matanya, merupakan singgasana Allah, sehingga tidak mudah dibuat tergiur oleh iming-iming sesaat seperti hewan, tidak terjerumus berperilaku buas dan serakah seperti binatang. Mukmin sejati, mukmin yang bertakwa kepada Allah. Bukan pengaku mukmin yang lubuk hatinya, pikirannya, hingga pelupuk matanya merupakan tempat mendekam hewan dan binatang buas, sehingga makan pun tidak peduli makan makanannya sendiri atau milik orang lain dan menunjukkan kehebatannya dengan menerkam kesana-kemari. Na’udzu billah min dzalik.
Mudah-mudahan Allah menolong dan membantu kita dalam berpuasa serta menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Amin.
*)Penulis adalah Kiai, penulis, pelukis, dan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin, Rembang.
Mentari belum juga kembali ke peraduannya, jam raksasa di Puerta del Sol (Gerbang Matahari) di jantung kota Madrid masih menunjuk ke angka 03 sore. Namun aneh, jalan-jalan utama Madrid terlihat sangat sepi. Walau tidak sekeras musim dingin tahun sebelumnya, dan sesekali matahari bersinar cerah menampakkan awan biru jernih musim dingin, namun Madrid seakan telah menjadi kota mati, jalanan lengang, tidak terlihat anak-anak bermain di taman, dan Cerveceria (kedai minum utamanya bir) yang biasanya ramai hari itu terlihat sepi. Salju di kejauhan yang menutupi puncak Navacerrada seolah telah berubah menjadi kafan tebal dan panjang yang menyelimuti Madrid.
Telah tiga hari, sejak 11 Maret 2003, Madrid berubah menjadi kota mati. Di mana-mana hanya terdengar tuturan kisah sedih dan tragis. Di ujung-ujung jalan, nafas kesedihan dan rona duka menggantikan ucapan “buenos días” (selamat pagi) kala langkah-langkah kaki bersua arah. Berita-berita televisi dan surat kabar hanya berisi warta duka, kecewa dan kemarahan yang tidak tahu ditujukan kepada siapa. Madrid, Barcelona, Valencia dan Sevilla serta seluruh kota di Spanyol mengadakan parade duka sekaligus mengutuk serangan fajar teroris yang meluluhlantakkan lima stasisun metro dan kereta api serta menewaskan lebih dari dua ratus manusia.
Angela, gadis 5 tahun, sore itu masih terbaring lemah di kamar 514 rumah sakit Gregorio Marañon (baca: maranyon). Di samping tempat tidurnya duduk termenung lesu kakeknya, menampakkan wajah yang makin mengerut oleh usianya yang telah 84 tahun dan mendung kesedihan yang dalam tiga hari telah menggayuti sisa hidupnya. Titik-titik hangat mulai mengaliri pipi sang gadis cilik. Ia menangis sedih dalam kesunyian. Mendung kesedihan menyelimuti hidupnya yang masih begitu belia . . . Metro (kereta bawah tanah di Madrid) yang melintas dengan kecepatan sedang. . . ibunya . . bapaknya yang menggandeng lengannya . . . teman-teman TK di Colegio Claret (Sekolah Claret) . . . masih terekam indah di ingatannya.Namun mendadak ingatannya beralih ke ledakan bertubi-tubi . . . bum . . bum . . .b . u . m . . . dari Metro yang ditumpanginya. ‘Socorro . . . soccoro . . . soccoro . . .’ teriakan minta tolong itu masih terasa begitu pedih. Dalam sekejap pegangan tangan ayahnya terlepas . . . ayah dan ibunya meninggal seketika dan Angela kecil tak sadarkan diri terkena serpihan logam badan Metro yang hancur berkeping-keping. Semuanya . . . dan semuanya . . . masih begitu jelas dan pedih di ingatannya . . . hatinya perih . . . ia kehilangan orang tua . . .ia juga kehilangan lengannya . . .Tak terasa air matanya mengalir deras membanjiri sekujur wajah dukanya . . . lalu ia meraung dalam tangisan dalam pelukan kakeknya.[1]
Peristiwa 11/ 3 Madrid (yang kemudian dikenal dengan istilah el marzo negro), 11/ S New York, bom Bali jilid 1 & 2, Ambon, Posodan sejumlah konflik atas nama agama di tanah air membawa kita kepada gugatan penuh tanya, apa yang terjadi jika agama yang mestinya dipahami sebagai sebuah realitas terpilah (fragmentary reality), tidak utuh (partial) mengklaim kebenaran tunggal dan eksklusif, menafikan keberadaan kebenaran-kebenaran yang lain? Ke mana arah agama-agama yang menggunakan doktrin formulatif berupa ayat-ayat suci untuk merendahkan nilai kemanusiaan serta pencapaiannya dalam sejarah pergulatan nilai kemanusiaan? Apakah agama dalam dirinya sendiri (in se) mengandung kekerasan dan benih-benih kebencian? Apakah mustahil sekaligus irasional melakukan revaluasi (peninjauan kembali) doktrin keagamaan yang secara implisit juga berarti revaluasi pandangan Ketuhanan? Perendahan nilai kemanusiaan dan kehidupan kini dan di sini (hic et nunc) oleh agama inilah yang mendorong Friedrich Nietzsche, filsuf eksistensialis-atheis, ingin meruntuhkan agama lewat pengejaran dan ‘pembunuhan’ Tuhan.
Tanda-Tanda Awal Keruntuhan Agama-Agama
Tema besar yang selalu hadir dalam pergulatan dan pemikiran sepanjang zaman dan terutama di zaman ini adalah humanisme. Itu berarti humanisme menjadi kriteria apakah sebuah pemikiran, perjuangan diterima/ ditolak. Pada sisi lain, terorisme sebagai ekspresi fanatisme sangat bertentangan dengan humanisme. Karena bertentangan dengan pesan dan cita-cita besar umat manusia, maka terorisme agama dalam apapun bentuknya membersitkan sebuah pesan awal dekadensi dan runtuhnya supremasi/ dominasi agama.
Tanda-tanda awal keruntuhan agama itu telah dimulai pada pertengahan pertama dekade ini. Dua puluh satu bulan setelah kita membuka milenium ketiga, ketika penghuni bumi masih dibuai oleh cita-cita dan harapan milenium ketiga, nurani peradaban dan kemanusiaan dihancurleburkan oleh serangan teroris. Tanggal 11 September 2001 telah menjadi saat paling tragis sekaligus sepenggal waktu saksi kebrutalan radikalisme ekstrimis.
Tanda-tanda keruntuhan itu lalu dipertegas oleh munculnya gelombang radikalisme dan fundamentalisme Amerika Serikat. Dewan AS untuk Hubungan Islam-Amerika Serikat (CAIR) pada 14 Juni 2007 melaporkan jumlah kasus diskriminasi terhadap kalangan muslim meningkat 25 persen antara tahun 2005 dan 2006. Jumlah kasus dan insiden mencapai rekor tertinggi, yaitu 2.467 kasus. CAIR juga mencatat 167 laporan kejahatan yang didasarkan pada sikap anti-Muslim pada tahun 2006, atau meningkat 9,2 persen dibandingkan dengan tahun 2005. Meningkatnya jumlah kasus kekerasan yang didasarkan pada sikap anti-muslim dicatat juga oleh pusat riset The Pew. Pada Mei 2007, 53 persen umat muslim yang tinggal di AS meyakini hidup mereka menjadi lebih sulit sejak 2001 karena diskriminasi pemerintah.[2]
Fanatisme tidak hanya terjadi dalam relasi antar-agama/ ajaran, tetapi juga intra-agama dalam melihat dan menafsir kebenaran. Pada 29 Juli 1994, dokter John Britton, seorang dokter pro-choice[3] yang mendukung praktek aborsi, dibunuh di klinik aborsi Pensacola Florida oleh Pendeta Paul Jennings Hill. Yang menarik dari peristiwa ini adalah bahwa Pendeta Hill membunuh sang dokter karena ia yakin bahwa sang dokter dan yang lain yang mendukung aborsi telah melanggar hukum Tuhan (pro-life) sehingga tidak pantas hidup. Pada akhir pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya, Pendeta Hill katakan “saya sama sekali tidak menyesal, malah saya yakin akan mendapat pahala besar di surga”.
Pada kedua titik di atas, agama berubah dari jalan pencarian kebenaran, inspirasi perdamaian dan persaudaraan menuju pemutlakan identitas, jati diri yang tertutup dan soliter. Ketika agama telah berkembang ke arah identitas seperti ini maka ia menjadi ‘sebuah penjara’. Garis demarkasi yang memisahkan yang satu dari yang lain sebagai akibat dari terjebaknya agama ke dalam ‘ruang identitas semata’ meminjam istilah Mohammed Arkoun, membuat penganut agama melihat yang lain sebagai musuh yang harus ditakluk dan dibinasakan. Di sini relasi yang terbangun adalah relasi eksklusif-ritual, kelompok yang sama, seagama. Cara pandang terhadap hubungan sosial juga terbangun atas prinsip ‘kita’ dan ‘mereka’. ‘Kita’ adalah kelompok yang harus dilindungi, dipertahankan dan harus berkuasa. Sedangkan ‘mereka’ adalah kelompok lawan/ musuh yang harus dikalahkan, dipermalukan dan dikuasai. Homogenitas adalah kata kunci untuk memahami fenomena ini. Kebenaran hanya memiliki satu sisi, yaitu sisi ‘kita’ sedangkan ‘mereka’ tidak punya kebenaran.
Menyambut Fajar Kesadaran Yang Membebaskan
Tetapi apa artinya keruntuhan agama di sini? Keruntuhan agama di sini tidak berarti lenyapnya sama sekali sebuah agama, seperti yang terjadi pada begitu banyak kepercayaan kuno. Di sini runtuhnya agama-agama berarti beralihnya kiblat referensi kebenaran dan moral dari doktrin agama ke kesadaran personal. Kesadaran personal berarti pemahaman akan realitas diri, sosial maupun kosmos sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan. Kesadaran ini tidak lahir dari imposisi eksternal tetapi sebagai hasil pergulatan dan pencarian personal terhadap pertanyaan-pertanyaan yang selalu hadir dalam realitas hidup insani.
Oleh berkembangnya kesadaran personal maka posisi agama sebagai kriteria kebenaran dan moral akan terpinggirkan. Jika sampai saat ini kebenaran moral dan kehidupan ditentukan oleh seberapa jauh ia bersentuhan dengan doktrin agamis, maka di masa depan kriterianya akan terbalik: sebuah ajaran agama adalah benar dan baik sejauh itu sesuai dengan kesadaran personal dan humanis.
Dengan ini bisa dikatakan bahwa agama masa depan adalah agama personal ketimbang kolektif, lebih eksistensial dan humanis ketimbang doktrinal-transendental. Jika kesadaran personal kian berkembang maka sistem, bangunan agama lama yang membelenggu kesadaran subyek akan runtuh dengan sendirinya. Inilah aspek yang paling diagungkan Nietzsche. Ia katakan ‘temuilah dirimu baru kemudian kalian menemukan aku.’[4] Kesadaran personal menuntut agar subyek tidak sekedar agen pasif melainkan aktif. Itu artinya, apapun yang dihadapi, dialami dan dihidupi manusia termasuk beragama tidak diterimanya sebagai sebuah keterberian semata (given/ Gabe) dan warisan dari leluhur atau tradisi melainkan sebagai sebuah pencarian personal. Ia tidak lagi bergerak dalam kungkungan formalisme superfisial dalam bentuk ritual, melainkan oleh sebuah relasi intim dan personal dengan pribadi yang ia imani. Keterlibatannya dalam sebuah agama tidak semata-mata sebagai sebuah pencarian identitas melainkan sebagai sebuah persekutuan yang sadar, dekat sekaligus berjarak. Dalam kedua sikap seperti ini (dekat–berjarak) barulah subyek mampu mencapai kebenaran. Inilah agama sejati sekaligus yang membebaskan.
Largus Tamur
Setelah menyelesaikan studi filsafat di Fakultas FilsafatUnika Widya Mandira Kupang (2002), Penulis mendalami Teologi di Universidad Potificia Comillas Madrid Spanyol (2002-2006).
[1]Serangan teroris yang menewaskan lebih dari dua ratus orang di Madrid terjadi tanggal 11 Maret 2003. Mereka meledakkan bom di lima staisun Kereta Api, yang salah satu jalurnya penulis gunakan untuk pergi dan pulang dari kampus di bilangan Arguelles jl. Juan Alvarez Mendizabal no 65 Madrid. Angela, gadis kecil korban serangan teroris itu juga penulis kenal baik. Narasi kisah Angela sepenuhnya inovasi penulis.
[3]‘Pro-choice’ dan ‘pro-life’ adalah dua sikap, pandangan sekaligus prinsip dalam perdebatan bioetika terutama dalam dua abad terakhir ini. ‘Pro-choice’ adalah prinsip yang menegaskan bahwa dalam situasi-situasi ekstrim seperti kelumpuhan total adalah pilihan bebas sekaligus hak dasar seorang individu untuk memutuskan apa yang baik dan berguna bagi hidupnya. Itu berarti berdasarkan pertimbangan dan pilihan bebas, ia bisa melakukan euthanasia atau aborsi. Pada bandul prinsip yang lain ‘pro-life’ ditegaskan bahwa hidup dan mati manusia adalah anugerah Tuhan. Karena itu dalam situasi apapun manusia tidak berhak untuk mengambil tindakan yang melawan kehidupan itu sendiri, seperti melakukan euthanasia atau aborsi.
[4] Friedrich Nietzsche, Thus Spoke Zarathustra (London: Penguin Books, 1969), hal. 103. Buku ini diinggriskan oleh R. J. Hollingdale dari judul asli Also Sprach Zarathustra.
Religiositas atau kesalehan adalah bentuk keber-agama-an yang dicita-citakan manusia beragama. Seseorang memenuhi hukum-hukum dan peraturan-peraturan agama serta mengikuti upacara-upacara agama, karena ingin menjadi saleh. Kesalehan yang kita warisi sangat dipengaruhi pietisme. Yaitu aliran yang mengajarkan bahwa setiap orang yang percaya harus mengusahakan kesempurnaan, dan persekutuan orang percaya harus meniru jemat purba. Pertobatan, lahir kedua kali, hidup suci sangat diutamakan. Hal-hal yang dianggap duniawi kurang diperhatikan. Pembaruan dunia akan dicapai dengan pembaruan manusia. Manusia sebagai individu mendapat tempat yang sentral. Akibatnya perhatian terhadap masalah-masalah masyarakat menjadi terbengkalai.
Di dalam Perjanjian Lama tokoh kesalehan yang diidamkan adalah Ayub:”orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (1:1b). Pada zaman Yesus juga masih kedapatan orang-orang saleh seperti Zacharia dan Elisabeth “Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Luk 1: 6). Istilah “benar di hadapan Allah” diartikan sama dengan “saleh.” Kaum Farisi dan Ahli Taurat adalah juga kelompok agamawan yang menjunjung tinggi kesalehan. Kritik Yesus kepada mereka adalah pembohongan diri (kemunafikan) dalam pemahaman upah, sikap tanpa kasih dalam pemisahan diri mereka dari kaum awam (orang tak berpendidikan) dan orang berdosa, kesombongan di hadapan Allah, penyamarataan ajaran-ajaran lisan manusia dengan Kitab Suci (Mat 15: 2-3, 23:2).
Kesalehan ikut juga dibentuk oleh zamannya. Pada zaman Yesus bangsa Jahudi berada dalam kekang penjajahan Roma, dalam keadaan sosial-ekonomi yang sulit, kemiskinan yang merata, jumlah pengangguran yang banyak (bdn Mat 20: 1dst). Paling sedikit dalam tiga hal orang-orang Farisi dan Ahli Taurat menonjolkan kesalehan mereka di tengah kehidupan masyarakat yang mengalami krisis. Mereka inilah yang bertahan memelihara agama Jahudi melewati kehancuran Yesruslem tahun 70. Ketiga bentuk kesalehan yang disoroti Yesus adalah memberi sedekah (”janganlah engkau mencanangkan itu, seperti yang dilakukan orang-orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong” Mat 6: 2), berdoa ( “jangan seperti orang munafik, yang suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supayan mereka dilihat orang; jangan bertele-tele berdoa” Mat 6: 6-8) dan berpuasa (“Jangan muram mukamu seperti orang munafik” Mat 6: 16-18).
Agaknya di dalam perjalanan sejarah, pada saat keadaan genting, kesalehan bisamenjadi introvert dan menciut menjadi masalah perorangan belaka, melupakan dimensi luas yang dicakupnya.Kesalehan sebenarnya mencakup dan tidak pernah lepas dari hidup bersama dalam masyarakat. Di dalam Yesaya 58 tentang “kesalehan yang palsu dan sejati”, jelas dikatakan TUHAN:”Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri” ( ay6-7). Kepedulian akan kehidupan yang merdeka dan bebas serta berkecukupan karena sharing dengan semua orang adalah inti yang sangat menentukan dalam kesalehan.
Hal ini bergema dan paling jelas diungkapkan pada pemberitahuan tentang penghukuman terakhir dalam Mat 25: 31 – 46. Kejutan yang terjadi yang tidak diharapkan baik oleh mereka yang ada di sebelah kanan mau pun mereka yang ada di sebelah kiri raja itu adalahbukan hanya keberpihakan dari, melainkan identifikasi diri Raja Hakim itu sendiri dengan orang-orang miskin (“ketika Aku lapar, haus, seorang asing, telanjang, sakit, dalam penjara”). Dan ketidak-acuhan dan ketidak-pedulian terhadap orang-orang ini membatalkan semua kesalehan yang mengikuti aturan-aturan, hukum, kebiasaan, dan ritus-ritus agama saja. Akhirnya yang menentukan bukan apa yang terjadi pada diri sendiri, melainkan apa yang diri sendiri lakukan kepada orang lain yang menderita, miskin, tidak masuk kira. Di sini kesalehan dikembalikan ke arti yang sebenarnya, yakni ketergantungan dan keterlibatan dengan kehidupan sesama manusia dalammasyarakat.
Dari kutipan-kutipan di atas, jelaslah bahwa kesalehan mempunyai jangkauan yang menyeluruh. Artinya, kesalehan tidak saja menyangkut kehidupan rohani atau kehidupan agama seseorang lepas dari yang lain, melainkan selalu dalam kaitannya dengan sesama manusia dalam masyarakat yang sama, tanpa diskriminasi. Kegiatan membebaskan dan membagi (sharing) dalam Yesaya 58 bergema juga dalam Mat 25. Perbuatan yang dilakukan untuk “salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini” adalah juga protes terhadap struktur mayarakat yang menyebabkan aneka penderitaan tersebut. Dalam kaitan ini jugalah Yesus mengembalikan pemahaman sesama manusia itu kepada aslinya. Padazaman Yesus, pemahaman mengenai sesama manusia bagi orang Jahudi adalah sesama se-bangsa dan se-agama. Hal inilah yang dikritik Yesus dalam perumpamaan tentang “Orang Samaria yang murah hati” dalam Luk 10: 25 – 37. Dalam menyebut kedua orang pertama yang melihat korban perampokan itu, seorang imam dan seorang Lewi (ay 32.33), sebagai mewakili kesalehan umum sebagai agamawan, “tetapi ia melewatinya dari seberang jalan”,Yesus mengungkapkan kesalehan formal yang tidak mempunyai dampak terhadap sesama , terutama yang menderita.Yesus meluruskan pertanyaan ahli Taurat yang rindu memperoleh hidup yang kekal itu, dari “siapakah sesamaku manusia? (ay 29b) menjadi “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu? ( ay 36). Dan yang paling menentukan adalah ungkapan:”Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Bisa dibayangkan betapa dunia ini berputar dalam benak ahli Taurat yang rindu kehidupan yang kekal itu, mendengar bahwa dia disuruh meniru bukan tokoh-tokoh Israel sebagai ahli taurat, yang jelas dia hafal semua namanya, melainkan orang Samaria itu, yang sangat dibenci dan dianggap hina dan haram oleh orang Jahudi. Inilah yang disebut perombakan semua nilai-nilai warisan!
Kesalehan yang diwarisi orang Kristen Batak tidak lepas dari pengaruh kesalehan yang dibawa oleh para penginjil pertama, dalam bentuk kehidupan yang menjauhkan diri dari “hal-hal duniawi.” Oleh sebab itu, kesalehan kita banyak dalam bentuk “tidak”. Kesalehan ini juga diperkuat oleh kesalehan dari Perjanjian Lama, yang mengutamakan banyaknya larangan-larangan dan yang juga lebih menenkankan perhatian ke hal-hal rohani. Akibat dari gabungan kesalehan ini maka terbentuklah gaya hidup yang bersikap-mendua, yang menceraikan “yang duniawi” dari “yang rohani.” Umumnya orang membedakan bahkan memisahkan “hidup hari Minggu” dari “hidup hari Senen sampai Sabtu.” Bisa saja seseorang “saleh” pada hari Minggu, tetapi bebas hidup “sebagai manusia biasa” – dalam arti melakukan segala kesalahan dan dosa, seperti KKN, berbohong dsb – pada hari Senen sampai Sabtu. Kesalehan gabungan itu juga cenderung introvert, dan lambat laun sangat individualistis, sehingga kurang memperhatikan sesama. Apalagi dalam “gereja suku” yang sangat menekankan kesukuan, pemahaman mengenai sesama manusiabisa cenderung terbatas atau hanya mengutamakan pada pemahaman sesama warga suku itu saja. Sama halnya seperti pemahaman Jahudi pada zaman Yesus, bahwa sesama manusia itu adalah sesame-manusia-orang-Jahudi. Pandangan seperti ini makin meruncing lagi ke fanatisme, bila keadaan sosial, ekonomi dan politismakin sulit. Kelompok orang seperti iitu bisa jadi eksklusif. Kelompok yang tercepit selalu cenderung menggali dasarnya yang lamauntuk memperoleh fundasi yang kuat, sekali pun acap tidak relevan lagi. Inilah yang biasa kita sebut fundamentalisme.
Menjelang akhir abad yl, banyak pemikirmemperkirakan bahwa dalam abad 21 ini akan bangkit kelompok-kelompok agama dalam bentuk yang fundamentalistis, eksklusif dan fanatik, serta agresif. Di dalam pemahaman kelompok-kelompok ini, sesama manusia adalah sesama anggota kelompoknya saja.
Dalam menghadapi gejala inilah gereja perlu menunjukkan bahwa pemahamnya sendiri mengenai sesama manusia adalah sesama manusia tanpa pandang perbedaan ras, bangsa, suku, budaya, bahasa, adat, status sosial-ekonomi, jender dlsb. Inilah yang disampaikan perumpamaan tentang “Orang Samaria yang murah hati”tadi. Pemahaman ini makin penting karena kesadaran bahwa kita hidup dalam masyarakat majemuk, atau lebih tepat lagi, masyarakat multikultural, makin bertambah. Dan masyarakat multikultural yang hidup dalam era globalisasi akan makin menyadari bahwa bayak masalah-masalah yang merupakan masalah-masalah bersama, yang hanya dapat diatasi bila diatasi secara bersama-sama. Dengan kata lain, fundamentalisme, eksklusivisme dan fanatisme saja tidak mungkin menyelesaikan sesuatu masalah, yang sudah menjadi masalah bersama dalam masyarakat.
Umpamanya, masalah keadilan adalah unsur yang sangat menentukan dalam setiap kegiatan mengusahakan perdamaian. Dan keadilan adalah bagian integral dari kesalehan yang sejati. Amos memberitakan bahwa ibadah Israel dibenci TUHAN, karena Israel tidak memperdulikan keadilan terutama terhadap orang-orang miskin (5:21ds). Yesus mengkritik ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi – golongan top dalam hal kesalehan! – karena sekalipun mereka membayar persepuluhan sampai hal-hal kecil, “tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23: 23).
Oleh sebab itu, ganti fundamentalisme agama, teologi harus membebaskan gereja dari perangkap kemunafikan dan kesalehan yang individualistis, untuk memungkinkan pengembangan pengakuan sesama yang universal dan untuk mendorong kerjasama menghadapi masalah-masalah bersama dalam masyarakat. Teologi adalah hasil pergumulan- rangkap dari gereja.Yaitu pada satu pihak pergumulan Gereja denganTuhannya dalam arti menghayati kebenarandan anugerah Allah di dalam Ysesu Kristus, dan di pihak lain sekaligus merupakan pergumulan dengan kebudayaan dan masyarakat di tengah-tengah mana Gereja itu hidup. Pergumulan-rangkap ini tidak akan pernah selesai. Bahkandi dalam suatu zaman yang cepat berkembang dan membawa perubahan-perubahan, pergumulan rangkap ini makin dibutuhkan, bila mau hidup dengan sadar dan bertanggungjawab di tengah zaman yang cepat berubah-ubah itu.
Awal Oktober 2007
Ephorus em D.DR.S.A.E.Nababan adalah mantan ketua PGI dan Ephorus HKBP.
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI DOULOS Kampus dan Seketariat Jl. Tugu No. 3 Cipayung, Jakarta Timur
Telp. (021)8451727 Jl. Taman Pulo Asem Utara No. 60 Rawamangun – Jakarta Timur Telp. (021) 70970651
Alumni STT DOULOS
Jumlah alumni STT Doulos saat ini sudah 728 orang. Para lulusannya saat ini melayani menjadi pendeta, guru agama Kristen, pendeta militer, anggota DPRD, angotta DPR-RI, wakil bupati, aktivis partai, wartawan dan penulis.
Pengalaman Kerja
· Saat ini Wartawan majalah Budaya Batak TAPIAN (budaya) Agustus 2007 Wartawan di Majalah Berita Indonesia (sekuler) 2005-July 2007 (sekuler)
· Wartawan di Majalah Devotian (rohani) 2005
· Wartawan Majalah Industri & Bisnis (sekuler)2004, Asisten Manager di Penerbit Erlangga 2003-2004.Sirlulasi Tabloid Jemaat Indonesia (rohani)1999-2003
Pengalaman menulis di media cetak. (1)Penulis kolom opini di majalah narwastu pembaruan,Koran Batak Pos, Koran Mitra Bangsa,majalah Horas,Suara HKBP.
Menulis di website; www.naiposps.com,www.kabarindonesia.com www.glorianet.org